CINTA PADA HANTAMAN PERTAMA

Birthstory Mavendra Yusuf Adarga 

DISCLAIMER

Kisah persalinan ini ditulis untuk mengabadikan sebuah momen penting dalam kehidupan penulis. Tidak ada maksud/ niatan penulis untuk menyerang, menyindir, atau memojokkan kaum ibu yang memilih cara bersalin yang berbeda. Juga, penulis tidak ada niatan untuk menyerukan kepada para ibu yang akan melahirkan untuk melakukan hal yang sama seperti yang penulis lakukan atas pilihan-pilihan persalinannya. Bagaimanapun, segala tindakan pengambilan keputusan harus didasari oleh niat yang baik dan ilmu yang mumpuni, serta disertai kesadaran dan kesiapan untuk menghadapi konsekuensi yang mungkin terjadi. 

SEBELUM MEMBACA kisah persalinan saya yang kelima ini, ada baiknya memulai membaca dari kisah-kisah persalinan sebelumnya terlebih dahulu. Hal ini ditujukan agar pembaca memahami alur, istilah-istilah, dan ideologi yang ditampilkan dalam tulisan ini, dan agar pembaca mendapatkan gambaran utuh mengapa penulis mengambil keputusan-keputusan yang mungkin dinilai tidak biasa dalam mempersiapkan persalinannya. 

Kisah persalinan anak pertama: https://syamileducare.wordpress.com/2016/08/09/my-childbirth-my-adventure/ 

Kisah persalinan anak kedua: https://syamileducare.wordpress.com/2019/04/17/beauty-and-the-best / 

Kisah persalinan anak ketiga: https://syamileducare.wordpress.com/2019/05/18/unassisted-homebirth-ketika-dunia-terasa-hanya-milik-berdua/ 

Kisah persalinan anak keempat: https://syamileducare.wordpress.com/2020/09/10/antara-dua-takdir-berpacu-satu-waktu/ 

CINTA PADA HANTAMAN PERTAMA 

Birthstory Mavendra Yusuf Adarga 

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. 

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” 

(QS. Al-Insyirah: 5-6) 

Maka dia (Jibril) berseru kepadanya (Maryam) dari tempat yang rendah, ‘Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.'” 

(QS. Maryam: 24) 

Banyak yang tidak mengetahui bahwa sebelum dikaruniai lima anak, kami sempat lumayan lama menanti kehadiran momongan. Disaat teman-teman kami yang walimahnya berdekatan dengan kami satu-persatu mengumumkan kabar kehamilan, bahkan kelahiran anak, kami masih dalam kepasrahan menanti. Disaat gunjingan orang-orang yang mempertanyakan kesuburan kami sudah bersahut-sahutan, kami masih dalam kesabaran melakukan segala ikhtiar syar’i. Disaat dokter memvonis penyakit yang mempersulit kehamilan, kami tetap dalam semangat sembuh dan yakin setelahnya akan ada kemudahan. Sampai akhirnya Allah wujudkan harapan. Dan tidak hanya satu, saat ini lima momongan. Masya Allah tabarakallah

Seringnya, hadiah terindah dari Allah itu berbungkus musibah atau kesulitan. Berprasangka baik kepada Allah saat ujian menyapa, sekalipun dalam ketakutan dan kegelapan. Ketika mulai nampak jalan keluar dan hikmah, lenyaplah segala sulit dan berganti dengan kemudahan-kemudahan. Seolah-olah kesulitan itu tidak pernah datang. Karena satu kesulitan, tidak akan pernah mengalahkan dua kemudahan. Bi idznillah

Akhir tahun 2021, kami kembali dikejutkan dengan kabar kehamilan anak kelima. Kami memang bercita-cita banyak anak, namun sekali lagi, kami tak menyangka akan sesegera ini. Sungguh, Allah lebih mengetahui kapan dan kepada siapa Ia titipkan amanah dan karunia-Nya. Alhamdulillah ‘ala kulli haal. Kami berencana, Allah pun punya rencana atas kami. Dan Allah adalah sebaik-baik Perencana. 

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan 

boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; 

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,” 

(QS. Al-Baqarah: 216) 

Selama kehamilan, terutama hingga usia kandunganku 35 minggu, semua berjalan normal, sehat, dan tanpa masalah yang berarti. Bahkan termasuk kehamilan yang kuat dan menyenangkan karena aku masih bisa aktif menjalani rutinitas sehari-hari dan juga masih bisa nyaman menjalani shaum Ramadhan di trimester 3. Suatu nikmat beribadah yang tidak kurasakan pada kehamilan sebelum-sebelumnya karena payahnya kondisi fisik saat hamil anak pertama hingga keempat. Alhamdulillah

Qadarullah masalah muncul saat cek kandungan di usia kandungan ke-36 dan 38 minggu. Posisi janin yang sebelumnya sudah bagus, kepala di bawah dan sudah masuk panggul di minggu ke-34, ternyata malah berubah posisi menjadi melintang. Kami sudah cek di dua tempat berbeda dan hasilnya tetap sama: posisi janin dinyatakan melintang. Dokter menyarankan agar persalinan dilalui dengan operasi sesar. Lahiran pervaginam dengan kondisi janin melintang itu beresiko, operasi sesar pun juga beresiko. Dengan pertimbangan pengalaman melahirkan yang sudah-sudah, kami menolak halus saran dokter dan meminta waktu untuk mengupayakan perbaikan posisinya secara natural selagi belum ada kontraksi dan pembukaan. Kami pun pulang ke rumah dengan kekhawatiran. 

Posisi melintang akan lebih sulit dari posisi sungsang untuk bisa dipersiapkan lahiran normal. Tetapi sulit bukan berarti impossible. Kami memanfaatkan waktu yang ada untuk ikhtiar secara intensif memperbaiki posisi si janin dengan terapi panas-dingin dan terapi cahaya, seperti saat ikhtiar membetulkan posisi sungsang baby Archie, anak ketiga kami. Operasi sesar menjadi opsi paling akhir jika dalam persalinannya nanti memang ada kondisi darurat. Bismillah! 

Kami sudah tidak kembali lagi ke rumah sakit sejak janin dinyatakan melintang. Kami berupaya memperbaiki posisi janin sambil menanti gelombang cinta.  

Entah karena jarak kehamilan kelima ini yang paling jauh rentangnya daripada kehamilan-kehamilan sebelumnya, atau karena sudah terbiasa dengan rasa mulas kontraksi sehingga kali ini aku sulit membedakan mana kontraksi palsu dan mana kontraksi pembukaan. 

Rabu terakhir di bulan Juni, menjelang ashar, mucus plug keluar. Diikuti dengan adanya mulas samar-samar. Kukira sudah akan melahirkan, namun ternyata hanya kontraksi palsu. Lalu kamis paginya juga begitu. Muncul kontraksi teratur, dan aku sigap langsung me-record intervalnya dengan aplikasi contraction timer. Kukira sudah harinya. Nyatanya bukan. Hanya gelombang cinta yang PHP. Hehe.. 

Jumat, 1 Juli 2022 

Kontraksi yang teratur menyapa lagi pada hari Jum’at esok harinya, sekitar jam 10 pagi. Kali ini ternyata sungguhan. Gelombang cinta itu akhirnya datang juga di usia kandungan 39 minggu. Interval kontraksinya masih agak jauh namun nyata dan teratur, dan sudah ada pembukaan. 

Anak-anak berangkat diungsikan sementara ke rumah ibuku di kecamatan sebelah. Aku dan suami langsung menyiapkan ruang bersalin di rumah. Perlak, done. Bantal-bantal dan handuk-handuk, done. Birthball, done. Murattal dan aromatherapy, done. Kenyamanan dan ketenangan tempat bersalin sudah dimaksimalkan. Mucus plug kembali keluar menjelang shalat jum’at. Kali ini lebih sedikit dan seperti benang putih dengan sedikit semburat merah. 

Kali ini sepertinya pembukaan berlangsung sangat lama. Hingga waktu ashar, belum ada kemajuan yang berarti. Kontraksi masih datang teratur, sesekali lumayan sakit rasanya. Seperti nyeri haid hari pertama. Kami masih bisa berbincang-bincang santai disela-sela kontraksi yang masih tergolong ringan. Sembari menanti kontraksi makin intens, kami mengenang masa-masa dimana kami baru menjadi orangtua. Semua dilakoni berdua saja, tanpa pengasuh, tanpa sanak-saudara menginap dsb. Dari awal mengurus bayi pertama yang luar biasa adaptasinya, hingga anak keempat yang sudah santai bak di pantai. Laa hawla wa laa quwwata illa billah

Memasuki waktu maghrib, kontraksi sudah mulai terasa berat. Jika kontraksi datang, seketika aku hanya bisa terdiam sambil mengatur nafas agar rasa sakitnya sedikit reda. Suami mengobservasi dan mengatakan bukaannya sudah bertambah, mungkin sekitar bukaan 4 atau 5. “Masih lama”, pikirku. 

Suami mengkhawatirkan kondisiku yang saat itu sudah tidak enak makan dan tidak bisa tidur sedari pagi. Jadi seharian itu aku hanya mengonsumsi beberapa butir kurma (itupun terpaksa karena sadar butuh asupan) dan beberapa teguk air putih dan air madu. Akupun khawatir, masalah bisa jadi malah muncul dari diriku yang lemas tak cukup tenaga menghadapi persalinan, bukan dari melintangnya si janin atau masalah-masalah komplikasi persalinan lainnya. 

Sampai jam 10 malam, pembukaan masih sama. Belum ada kemajuan yang signifikan. Sesekali kucoba untuk tidur karena sudah sangat mengantuk. Tetapi tidak bisa nyenyak, karena tidak sampai satu jam tertidur, aku pasti terbangun lagi karena sakitnya kontraksi. Begitu terus hingga jam 3 dini hari. 

Sabtu, 2 Juli 2022. Pukul 03:00 dini hari. 

Kuputuskan untuk tidak tidur lagi, karena posisi berbaring entah mengapa membuat kontraksi semakin terasa sakit. Tidak sesakit itu jika aku duduk atau berdiri. 

Kubangunkan suamiku untuk shalat malam, sambil meminta maaf kepadanya atas semua salah dan khilafku dan sungguh-sungguh kuminta doanya agar proses persalinan ini segera usai dengan kemudahan dari Allah. Aku sadar banyak sekali dosa dan maksiatku selama ini, baik yang kuketahui maupun yang luput tak terasa. Dan aku yakin, lama dan sulitnya proses persalinanku kali ini pasti ada hubungannya dengan dosa-dosaku. Bukan berarti aku su’udzon kepada Allah atas kesulitanku ini. Justru aku tetap berprasangka baik bahwa melalui kesulitan-kesulitan inilah, Allah akan memaafkan kesalahan-kesalahanku, insya Allah

“Tidaklah musibah turun melainkan karena dosa. Oleh karena itu, tidaklah bisa musibah tersebut hilang melainkan dengan taubat.” (Ali bin Abi Tholib) 

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” 

(QS. Asy Syura: 30) 

Sabtu, 2 Juli 2022. Pukul 05:00 subuh. 

Alhamdulillah ‘ala kulli haal, kontraksi semakin berat dan pembukaan sudah maju signifikan. Dorongan untuk mengejan sudah muncul. Aku pun mengambil posisi melahirkan yang kurasa paling nyaman (senyaman-nyamannya pembukaan lengkap ya rasanya seperti mau mati juga.. Ahaha). Berbeda dengan persalinan keempat anak sebelumnya, kali ini aku lebih nyaman memeluk suamiku dan cenderung menjongkok. Birthball sudah standby dibelakangku untuk menopang dorongan tubuhku. 

Rasa sakit kontraksi sudah sangat luar biasa, belum lagi di-combo dengan dorongan untuk mengejan. Aku masih berusaha keras mengatur nafas, dibantu diarahkan oleh suamiku. Kehadiran, kesabaran, dan bantuan suamiku dalam setiap persalinanku sungguh tak ada kata yang dapat menjelaskannya. Dan tiada yang dapat membalasnya kecuali Allah. Setiap kali kuingat momen-momenku melahirkan, dialah pahlawannya, perantara Allah untuk semua kemudahan persalinanku. Alhamdulillah. Semoga Allah menyatukan kita sekeluarga kembali di Jannah-Nya. 

Kembali ke persalinanku, dimana waktu rasanya sudah tak berdetik. Sampai dengan pembukaan lengkap ini kami tidak tahu apakah posisi janin sudah kepala di bawah atau belum. Kami pasrahkan urusan ini seutuhnya kepada Allah Yang Maha Berkehendak. 

Aku sudah tak ingat apa-apa lagi, nafas pun sudah ambyar tak karuan, yang tersisa hanyalah dzikir lirih bercampur tangis merasakan sakitnya melahirkan. Suami yang memantau progresku pun sangat cemas dan khawatir karena katanya aku sudah pucat sekali, lemas (karena sungguh kurang makan dan kurang tidur), dan hampir tidak sadarkan diri. 

Ketika akhirnya kudengar suamiku tiba-tiba saja mengucap syukur dan mengatakan kepadaku bahwa kepala bayi sudah akan keluar (berarti sudah tidak melintang), baru aku tersadar lagi, bersyukur pula dalam hati, dan merajut harap bahwa ini semua akan segera usai dengan baik. Kukumpulkan lagi tenaga dan semangat yang tadi menguap, kumohonkan dalam hati agar Allah menjadikan semua sakitnya sebagai penggugur dosa. Bismillah!! Akupun mengejan sekuat tenaga membantu kepala dan badan bayi untuk lahir. 

SABTU, 2 JULI 2022. PUKUL 05:53 PAGI. 

Alhamdulillah.. 

Alhamdulillah.. 

Alhamdulillah.. 

Alhamdulillahiladzi bini’matihi tatimmushshalihat.. 

Baby Mavi pun lahir. Mavendra Yusuf Adarga. Ayahnya yang menangkap dan menyerahkannya kepadaku untuk langsung skin-to-skin dan inisiasi menyusui dini (IMD). Ia terlihat mungil dan ringkih, selayaknya bayi baru lahir. Namun tangisannya yang keras dan sorot matanya yang jauh dan tajam walaupun ia belum bisa melihat, menyiratkan besarnya harapan kami untuknya. 

Proses persalinan Mavi sendiri memakan waktu kurang lebih 20 jam sejak pembukaan satu. Ini adalah rekor paling lama untukku dalam menjalani proses persalinan. Hal ini diluar dugaan kami, terlebih jika mengingat persalinan sebelumnya hanya memakan waktu kurang lebih 3,5 jam saja. 

Kelahiran plasenta Mavi pun adalah yang paling lama, 1 jam 20 menit. Prosesnya juga cukup sulit karena masih ada sebagian selaputnya yang lengket. Suamiku lalu memanggil bidan yang bisa membantu mengurusi plasenta. Alhamdulillah bidan segera datang dan membantu sampai akhirnya plasenta lahir. Lalu kondisiku dicek oleh bidan dan bi idznillah tidak ada lecet atau robekan sehingga tidak perlu dijahit. Tidak ada perdarahan. Setelah semua oke, akupun dibantu berganti pakaian. Plasenta sudah tak berdenyut ketika bidan memotongnya dan lalu membantu membedong si bayi. Setelah beres semua, bidan pun pamit dan kami semua bisa beristirahat. 

Bagiku, persalinan ini termasuk sulit diawalnya, namun banyak kemudahan setelahnya. Divonis melintang, kontraksi 20 jam lamanya, tak enak makan dan tak enak tidur seharian, tak bertenaga. Namun sekarang pemulihan begitu cepatnya, seperti tidak pernah melalui sulitnya melahirkan. Tidak ada jahitan, bahkan lecet pun tidak. Pagi lahiran, malamnya sudah bisa mencuci pakaian bayi sambil jongkokan. Buang air besar dan kecil pertama pasca lahiran pun mulus tanpa perih dan tanpa beban. Semua kemudahannya sangat berbeda dengan lahiran-lahiran sebelumnya. Alhamdulillah, bi idznillah

Tetap berprasangka baik kepada Allah sesulit apapun masalah yang kita hadapi. Berprasangka baik bahwa jika kesulitan itu adalah ujian, maka itu adalah ujian kenaikan kelas. Pun jika kesulitan itu adalah hukuman, maka itu adalah cara Allah menegur dan menyadarkan kita agar tak terlalu jauh terjerumus dalam kubangan dosa, dan agar bisa segera kembali mentaati-Nya. Bertaubat dan bersabar menanti jalan keluar yang baik dari-Nya. Semoga Allah ampuni dosa-dosa kita. 

Sesungguhnya sabar itu adalah saat hantaman pertama (datangnya musibah). 

(HR. Al-Bukhari dan Muslim) 

Karena cinta kita pada Sang Rabb, diuji pada hantaman pertama, yaitu ketika ujian datang menyapa. 

Cintalah yang mampu membuat kita bersabar. 

Cintalah yg mampu membuat kita tetap yakin bahwa Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tak akan meninggalkan hamba-Nya yang bertaqwa, sendirian dalam kesulitan. 

Cinta ada, pada hantaman pertama. 

Dan selanjutnya, biarkan Allah yang menentukan bagaimana kesulitan hidup kita dilenyapkan oleh kemudahan yang banyak dari-Nya. 

Tangerang, 28 Juli 2022 

Ramadhiny Susilo 

3 Replies to “CINTA PADA HANTAMAN PERTAMA”

  1. Bismillah. Assalamualaikum Ms. Rara. Alhamdulillah finally I found you. I don’t know suddenly this night, I’m thinking about you ms. How are you? How do I contact you? I can’t find you in Facebook and Instagram. Do you remember me? Rika your student at ELP. I miss u a lot

    Like

    1. Wa’alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh.. of course i still remember u Rikaaaa.. my most gahoel student from Jakarta Bay. Ehehe.. do u still live there? You can find me in WA 081296954740. Wonder how are u doin now.. lets meet up if u have time 😉

      Like

Leave a comment